Kebudayaan yang ada di Kutai Kartanegara tidak lepas dari pengaruh Kerajaan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura..
Upacara Adat Erau
Kata “Erau” berasal dari bahasa etnis Kutai, yaitu “Eroh”
yang bermakna ramai, hilir mudik, bergembira, dan berpesta. Upacara ini digelar
oleh kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara karena mempunyai hajat tertentu dan
diikuti oleh seluruh masyarakat yang termasuk ke dalam wilayah administratif
Kesultanan Kutai Kartanegara.
Terdapat tiga jenis pelaksanaan Erau, yaitu:
1.
Erau Tepong Tawar
Erau ini dilaksanakan oleh kerabat Kesultanan Kutai
Kartanegara pada waktu yang telah ditentukan oleh yang mempunyai hajat. Dalam
pelaksanaannya Sultan Kutai Kartanegara tidak melakukan batasan tertentu atau
disebut “Tuhing”.
2.
Erau Pelas Tahun
Erau ini dilaksanakan oleh kerabat Kesultanan Kutai
Kartanegara yang bertujuan untuk membersihkan segala macam hal yang mengganggu
sumber kehidupan di permukaan bumi dalam wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara.
3. Erau Beredar
Erau
ini dilaksanakan oleh kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara dalam
rangka pengukuhan, pengangkatan, dan penabalan atau segala hal yang
berkaitan dengan “ketahtahan” di Kesultanan Kutai Kartanegara. Dalam
pelaksanaannya, Sultan Kutai Kartanegara melakukan “Tuhing”, yaitu tidak
menginjak tanah pada waktu tertentu, kecuali di atas kain “Alas Bumi”
yang dihamparkan sampai ke tempat pelaksanaan upacara.
Sejarah Erau
Upacara
Erau pertama kali dilakukan pada upacara Tijak Tanah dan Mandi ke
Tepian oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti ketika beliau berusia 5 tahun.
Aji Batara Dewa Sakti adalah Raja Kutai Kartanegara pertama yang
memerintah antara tahun 1300-1325 Masehi. Ketika Aji Batara Agung Dewa
Sakti naik tahta untuk memerintah Kerajaan Kutai Kartanegara, beliau
juga melaksanakan upacara Erau. Sejak saat itulah, Erau dihelat di Kutai
Kartanegara ketika terjadi pergantian atau penabalan Raja-Raja Kutai
Kartanegara.
Pada
perkembangan kemudian, Erau tidak hanya dihelat ketika terjadi
penabalan Raja-Raja Kutai Kartanegara. Namun, Erau juga dihelat ketika
diadakan upacara penganugerahan gelar adat dari Kesultanan Kutai
Kartanegara kepada pihak-pihak yang dinilai berjasa dalam mendukung,
mempertahankan, dan mengembangkan adat budaya di lingkungan
administratif Kesultanan Kutai Kartanegara.
Ketika
sistem kerajaan berakhir pada tahun 1960 dan berganti menjadi wilayah
otonom yang disebut Kabupaten Kutai, tradisi Erau masih tetap
dilestarikan. Tradisi Erau tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Kutai dalam rangka memperingati hari jadi kota Tenggarong yang berdiri
pada tanggal 29 September 1782.
Materi Erau
Menurut materi upacara Erau Adat yang disusun oleh YM. H. Adji Pangeran Hari Gondo Prawiro, materi upacara Erau Adat meliputi:
1. Beluluh (awal)
2. Memberi Makan Benua
3. Merangin
4. Mendirikan Ayu
5. Tarian Belian
6. Tarian Dewa
7. Tari menurunkan Sanghiyang Sri Ganjur
8. Tari Ganjur
9. Tari memulangkan Sanghiyang Sri Ganjur
10. Menggoyak Rendu
11. Mengundang Air
12. Menjemput/ngalak Air
13. Tari Kanjar Bini
14. Tari Kanjar Laki
15. Mengambil/ngalak Air Tuli
16. Beluluh (di Keraton Kutai Kartanegara)
17. Begorok
18. Be Umpan
19. Rangga Titi
20. Mengulur Naga
21. Belimbur
22. Menyisik Lembu Suana
23. Dewa dan Belian Menjala
24. Begelar
25. Seluang Mudik
26. Dewa Menjuluk Buah Bawal/Kamal
27. Nyamper
28. Merebahkan Ayu
29. Gong Golong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar